Dikeluarkannya Nabi Adam dari Surga Menurut Islam dan Kristen

Wiji Al Jawi
Islampedia
Published in
5 min readFeb 19, 2024

--

Photo by David Zvonař on Unsplash

Islam dan Kristen sama-sama mengisahkan tentang dikeluarkannya Nabi Adam ‘alaihis salam dari surga. Namun, terdapat beberapa detail yang berbeda.

Pohon Terlarang

Al Quran dan Alkitab sama-sama menceritakan bahwa Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga setelah memakan buah dari pohon yang terlarang.

Alkitab, Kitab Kejadian 2:17, menyebutkan bahwa nama pohon terlarang tersebut adalah “pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”.

Sedangkan Al Quran, Surat Al A’raaf: 19, tidak menyebutkan nama pohon terlarang tersebut. Istilah ‘pohon khuldi’ (Pohon Keabadian) berasal dari kata-kata Iblis (Thaahaa: 120).

Iblis membohongi Adam dan Hawa bahwa mereka berdua dilarang memakan buah pohon tersebut agar tidak menjadi seperti malaikat yang hidup abadi di surga (Al A’raaf: 20).

Adam tahu bahwa dia akan diturunkan menjadi khalifah di bumi, Adam bahkan telah diajarkan nama-nama benda di bumi (Al Baqarah: 30–31).

Namun, Adam juga tahu bahwa di bumi dia harus bekerja demi makanan dan kehidupannya. Hal ini berbeda dengan di surga, di mana Adam tidak akan kelaparan dan kehausan.

Karena itu, bujukan Iblis untuk hidup abadi di surga (tidak perlu ke bumi) telah berhasil memperdaya dirinya.

Lalu, apa sejatinya pohon yang terlarang tersebut? Mengapa di surga ada pohon yang buahnya dilarang untuk dimakan?

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, saat membahas surat Al A’raaf: 22, menyebutkan riwayat dari Sa’id ibnu Abu Arubah yang meriwayatkan dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Ubay ibnu Ka’ab radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa,

“Adam adalah seorang lelaki yang sangat tinggi, seperti pohon kurma yang tertinggi, dan rambutnya lebat. Ketika ia melakukan kesalahan tersebut (memakan buah pohon terlarang), pada saat itu juga auratnya kelihatan (menjadi telanjang), padahal sebelum itu Adam belum pernah melihat auratnya sendiri.”

Perkataan sahabat radhiyallahu ‘anhu ini menunjukkan bahwa buah pohon terlarang tersebut memiliki fungsi untuk memangkas atau merontokkan rambut atau bulu badan.

Karena Al Quran maupun Alkitab sama-sama menyebutkan bahwa Adam dan Hawa menjadi telanjang setelah memakan buah tersebut.

“Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.” (Al A’raaf: 22)

“Lalu ia (Hawa) mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya (Adam) yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” (Kejadian 3:6–7)

Alkitab menambahkan bahwa mereka baru mengenal pakaian setelah terjadi peristiwa tersebut.

“Dan Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia (Adam) dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” (Kejadian 3:21)

Sehingga, sebelum peristiwa tersebut, tubuh atau aurat Adam dan Hawa baru tertutupi oleh rambut. Rambut atau bulu badan tersebut rontok setelah mereka memakan buah pohon terlarang.

Sejatinya, semua hal di surga memiliki manfaat, termasuk pohon terlarang itu. Adam dan Hawa belum boleh memanfaatkannya karena masih di tengah proses pengajaran untuk menjadi khalifah di bumi.

Pohon terlarang tersebut bisa dimanfaatkan di akhir proses pengajaran sebagai khalifah di muka bumi, setelah Adam dan Hawa diajarkan tentang aurat, nafsu berahi, dan pakaian. Wallahu A’lam.

Peran Hawa

Alkitab, Kitab Kejadian 3:6, menyebutkan bahwa Hawa lebih dahulu tertipu untuk memakan buah pohon terlarang. Adam memakan buah itu setelah Hawa memberikan kepadanya.

Ketika Tuhan Allah mempertanyakan perbuatan mereka, Adam pun menyalahkan Hawa.

“Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” (Kejadian 3:12)

Hal ini berasal dari pemikiran manusia yang menyusun Alkitab, bahwa perempuan menjadi sumber terjadinya dosa. Karena perempuan yang lebih dahulu teperdaya oleh setan, lalu mengajak laki-laki untuk turut berbuat dosa (memakan buah terlarang).

Yang perlu diketahui, Alkitab Perjanjian Lama yang ada saat ini (Kitab Kejadian adalah bagian dari Perjanjian Lama) terutama berasal dari Septuaginta atau Perjanjian Lama versi Yunani.

Penyusunan Septuaginta dimulai pada sekira abad ketiga SM, saat orang-orang Yahudi berada di bawah kuasa budaya dan politik Yunani.

Proses penyusunan Septuaginta itu sangat dipengaruhi alam pemikiran orang Yunani yang menganggap perempuan sebagai sumber dosa dan masalah.

Seperti yang tercermin dalam mitologi Yunani, Kotak Pandora, di mana Pandora (manusia perempuan pertama) membuka kotak yang berisi penyakit, kematian, dan kejahatan lainnya, sehingga semua keburukan tersebut terlepas ke dunia.

Sedangkan Al Quran, dalam surat Al A’raaf: 20, menyatakan bahwa setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya (Adam dan Hawa).

Jadi bukan Hawa yang diperdaya setan lantas Hawa mengajak Adam untuk sama-sama berbuat dosa. Namun, Al Quran menyatakan bahwa keduanya digelincirkan oleh setan dari surga (Al Baqarah: 36).

Surat Thaahaa: 115 bahkan menyebut nama Adam sebagai pihak yang telah diperintahkan (untuk menjauhi pohon terlarang), tetapi Adam lupa untuk menjaga perintah itu dengan tekad yang kuat.

Sehingga, tanggung jawab untuk menjaga suami istri (keluarga) dari dosa, pertama kali berada di pundak laki-laki.

Setelah Adam menyadari kesalahannya, Allah pun memberikan solusi atas kesalahannya. Yaitu dengan taubat dan menjalani hidup di bumi sesuai perintah Allah maka Adam akan dapat kembali ke surga (Thaahaa: 122–124).

Hikmah Peristiwa

Agama Kristen menurunkan konsep dosa asal dari peristiwa dikeluarkannya Adam dari surga. Gagasan dosa asal ini diperkenalkan oleh Paulus dalam Perjanjian Baru (Roma 5:12–21).

Bahwa Adam berdosa di Taman Eden karena memakan buah Pohon Pengetahuan sehingga membawa kematian dan dosa ke dalam dunia. Sifat berdosa ini diturunkan ke seluruh keturunannya, dan dosa umat manusia itu ditebus melalui Penyaliban Yesus.

Sedangkan dalam Islam, dikeluarkannya Adam dari surga merupakan bagian dari proses Adam menjadi khalifah di bumi.

Namun, Adam keluar dari surga saat prosedur penyiapannya sebagai khalifah belum tuntas. Saat Adam dan Hawa belum mempelajari soal aurat, nafsu berahi, dan pakaian, Iblis menipu mereka untuk memakan buah pohon terlarang, sehingga tersingkap aurat mereka.

Adam dan Hawa kemudian mengakui kesalahannya dan bertaubat.

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al A’raaf: 23)

Karena itu Adam memperoleh kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya, menjadi khalifah di bumi, dan dapat kembali lagi ke surga.

Mengapa manusia yang dipilih untuk menjadi khalifah di bumi, dan bukan jin atau malaikat?

Hal ini antara lain dikarenakan manusia diciptakan dari materi yang memiliki massa dan volume, yaitu “tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Al Hijr: 26).

Sedangkan jin dan malaikat diciptakan dari energi. Jin dari api yang sangat panas (Al Hijr: 27), dan malaikat dari cahaya.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan untuk kalian (tanah).”

(HR. Muslim no. 5314 versi aplikasi Lidwa; no. 2996 versi Syarh Shahih Muslim)

Jin dan malaikat yang wujudnya berasal dari energi, akan membuat mereka mengabaikan potensi alam sehingga tidak ada teknologi dan peradaban yang dibangun.

Sedangkan manusia, dengan keterbatasan fisiknya yang berasal dari materi, akan membuat mereka menggunakan akalnya untuk memanfaatkan alam serta membangun teknologi dan peradaban.

Wallahu A’lam

--

--